1.
Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara
Pada
masa Praaksara, kehidupan masyarakat Indonesia dapat dibagi dalam 3 (tiga)
masa, yaitu
(1)
masa berburu dan mengumpulkan makanan,
(2)
masa bercocok tanam, dan
(3)
masa perundagian.
a.
Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Kehidupan
sosial manusia pada masa berburu dan mengumpulkan makanan, dari mulai
Pithecanthropus sampai dengan Homo sapiens dari Wajak sangat bergantung pada
kondisi alam karena mereka masih minim dengan teknologi. Mereka tinggal di
padang rumput dengan semak belukar yang biasanya berdekatan dengan sungai agar
mudah memperoleh air untuk menunjang kehidupan. Selain itu, daerah tersebut
juga merupakan tempat singgahnya hewan-hewan seperti kuda, monyet, kerbau,
banteng, dan rusa, untuk mencari mangsa sehingga mereka mudah mencari hewan
untuk diburu. Selain berburu, mereka juga mengumpulkan tumbuhan yang mereka
temukan di alam seperti umbi-umbian, daun-daunan, dan buah-buahan. Mereka
tinggal di dalam gua-gua yang letaknya tidak jauh dari sumber air, atau di
dekat sungai yang terdapat sumber makanan dari air seperti ikan, siput, kerang,
dan lain-lain. Kehidupan Sosial Masa Praaksara Pada masa masa berburu dan
mengumpulkan makanan, ada dua hal yang penting dalam sistem kehidupan sosial
masyarakat manusia Praaksara, yaitu
(1) membuat
peralatan dari batu yang masih kasar, tulang, dan kayu, seperti kapak perimbas,
alat-alat serpih, dan kapak genggam.
(2) manusia
Praaksara membutuhan api untuk memasak dan penerangan pada malam hari. Mereka
membuat api dibuat dengan cara menggosokkan dua keping batu yang mengandung
unsur besi sehingga dapat menimbulkan percikan api dan membakar lumut atau
rumput kering yang telah disiapkan.
Masyarakat
Indonesia pada masa Praaksara, tidak pernah menetap di suatu tempat, tetapi
selalu berpindah-pindah (nomaden) mencari tempat tinggal yang banyak bahan
makanan.Tempat yang mereka pilih di sekitar padang rumput yang sering dilalui
binatang buruan, di dekat danau atau sungai, dan di tepi pantai. Dalam
kehidupan sosial, masyarakat manusia Praaksara hidup dalam kelompok-kelompok
dan membekali dirinya untuk menghadapi lingkungan sekelilingnya.
b.
Masa Bercocok Tanam
Saat
manusia mulai memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara memanfaatkan hutan
belukar untuk dijadikan ladang, saat itulah manusia mulai memasuki masa
bercocok tanam. Masa bercocok tanam terjadi saat cara hidup berburu dan
mengumpulkan bahan makanan telah ditinggalkan. Pada masa bercocok tanam, mereka
mulai hidup menetap di suatu tempat. Manusia Praaksara yang hidup pada masa
bercocok tanam adalah Homo sapiens, baik itu ras Mongoloid ataupun ras
Austromelanesoid. Masa bercocok tanam sangat penting dalam sejarah perkembangan
masyarakat karena pada masa itu terdapat penemuan-penemuan baru seperti
penguasaan sumber-sumber alam. Berbagai macam hewan dan tumbuhan mulai mereka
pelihara. Mereka bercocok tanam dengan berladang. Mereka membuka lahan dengan
cara menebang dan membakar hutan. Jenis tanaman yang ditanam diantaranya adalah
ubi, pisang, dan sukun. Selain berladang, kegiatan berburu dan menangkap ikan
juga terus dilakukan untuk mencukupi kebutuhan protein hewani. Kemudian, secara
perlahan mereka mulai meninggalkan cara berladang untuk digantikan dengan cara
bersawah. Jenis tanaman di sawah adalah padi dan umbi-umbian. Dalam
perkembangannya, masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara masa ini sudah mampu
membuat alat-alat dari batu yang sudah diasah secara lebih halus serta mulai
dikenalnya pembuatan gerabah. Alat-alatnya berupa beliung persegi dan kapak
lonjong, alat-alat pemukul dari kayu, dan mata panah. Pada masa ini, manusia
mulai hidup menetap di suatu perkampungan yang terdiri atas tempat-tempat
tinggal yang sederhana dan didiami secara berkelompok oleh beberapa keluarga.
Mereka mendirikan rumah yang tinggi atau dikenal dengan rumah panggung untuk
menghindari binatang buas. Mereka juga menjunjung tinggi rasa kebersamaan dan
gotong royong. Semua aktivitas kehidupan, mereka kerjakan secara gotong royong.
Setelah tinggal hidup menetap, timbul masalah dalam kehidupan sosial mereka
berupa penimbunan sampah dan kotoran sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan
dan wabah penyakit. Pengobatan saat itu dilakukan oleh para dukun. Pada masa
bercocok tanam, bentuk perdagangan bersifat tukar menukar barang (barter).
Barang-barang yang dipertukarkan waktu itu ialah hasil-hasil bercocok tanam,
hasil kerajinan tangan (gerabah, beliung), garam, dan ikan yang dihasilkan oleh
penduduk pantai.
c.
Masa Perundagian
Masa
Prasejarah di Indonesia diakhiri dengan Masa perundagian, kata perundagian
berasal dari bahasa Bali: undagi, yang artinya adalah seseorang atau sekelompok
orang atau segolongan orang yang mempunyai kepandaian atau keterampilan jenis
usaha tertentu, Masyarakat Indonesia pada Masa Praaksara yang hidup pada masa
perundagian adalah ras Australomelanesoid dan Mongoloid. Pada masa perundagian,
manusia hidup di desa-desa, di daerah pegunungan, dataran rendah, dan di tepi
pantai dalam tata kehidupan yang semakin teratur dan terpimpin. Kehidupan
masyarakat pada masa perundagian ditandai dengan dikenalnya pengolahan logam.
Alat-alat yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari banyak yang terbuat dari
logam. Adanya alat-alat dari logam tidak serta merta menghilangkan penggunaan
alat-alat dari batu. Masyarakat masa perundagian juga masih menggunakan
alat-alat yang terbuat dari batu. Penggunaan bahan logam tidak tersebar luas
sebagaimana halnya penggunaan bahan batu. Kondisi ini disebabkan persediaan
logam masih sangat terbatas. Dengan keterbatasan ini, hanya orang-orang
tertentu saja yang memiliki keahlian dan kepandaian untuk mengolah logam. Pada
masa perundagian, perkampungan sudah lebih besar karena adanya hamparan lahan
pertanian. Perkampungan yang terbentuk lebih teratur dari sebelumnya. Setiap
kampung selalu memiliki pemimpin yang dipilih oleh masyarakat. Pada masa
perundagian, sudah ada pembagian kerja yang jelas disesuaikan dengan keahlian
masing-masing. Masyarakat tersusun menjadi kelompok majemuk, seperti kelompok
petani, pedagang, perajin, dan lain-lain. Masyarakat juga telah membentuk
aturan adat istiadat yang dilakukan secara turun-temurun. Hubungan dengan
daerah-daerah di sekitar Kepulauan Nusantara mulai terjalin. Peninggalan masa
perundagian menunjukkan kekayaan dan keanekaragaman budaya. Berbagai bentuk
benda seni, peralatan hidup, dan upacara menunjukkan kepada kita bahwa
kehidupan masyarakat masa itu sudah memiliki kebudayaan yang tinggi.
2.
Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Hindu dan Buddha
Sebelum
masuknya kebudayaan Hindu-Buddha, masyarakat telah memiliki kebudayaan yang
cukup maju. Unsur-unsur kebudayaan asli Indonesia telah tumbuh dan berkembang
dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bangsa Indonesia yang sebelumnya memiliki
kebudayaan asli tidak dengan begitu saja menerima budaya-budaya baru tersebut.
Proses masuknya pengaruh budaya Indonesia terjadi karena adanya hubungan dagang
antara Indonesia dan India. Kebudayaan yang datang dari India kemudian
mengalami proses penyesuaian dengan kebudayaan asli Indonesia. Pengaruh
kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia ini dapat dilihat dari peninggalan-peninggalan
sejarah dalam berbagai bidang, antara lain seperti berikut.
a.
Bidang Keagamaan
Sebelum
budaya Hindu-Buddha datang, telah berkembang kepercayaan yang berupa pemujaan
terhadap roh nenek moyang di Indonesia. Kepercayaan itu bersifat animisme dan
dinamisme. Animisme merupakan suatu kepercayaan terhadap suatu benda yang
dianggap memiliki roh atau jiwa. Dinamisme merupakan suatu kepercayaan bahwa
setiap benda memiliki kekuatan gaib. Dengan masuknya kebudayaan Hindu-Buddha,
masyarakat Indonesia secara perlahan memeluk agama Hindu dan Buddha, diawali
oleh golongan elit di sekitar istana.
b.
Bidang Politik
Masyarakat
Indonesia dikenalkan oleh orang-orang India tentang sistem pemerintahan
kerajaan. Dalam sistem ini, kelompok-kelompok kecil masyarakat bersatu dengan
kepemilikan wilayah yang luas. Kepala suku yang terbaik dan terkuat berhak atas
tampuk kekuasaan kerajaan. Kemudian, pemimpin ditentukan secara turun-temurun
berdasarkan hak waris sesuai dengan peraturan hukum kasta.Karena itu, lahirlah
kerajaan-kerajaan di Indonesia, seperti Kutai, Tarumanegara, Sriwijaya, dan
kerajaan bercorak Hindu-Buddha lainnya. Masa Hindu dan Buddha
c.
Bidang Sosial
Masuknya
kebudayaan Hindu menjadikan masyarakat Indonesia mengenal aturan kasta,
yaitu:
(1)
Kasta Brahmana (kaum pendeta dan para sarjana),
(2)
Kasta Ksatria (para prajurit, pejabat dan bangsawan),
(3)
Kasta Waisya (pedagang petani, pemilik tanah dan prajurit).
(4)
Kasta Sudra (rakyat jelata dan pekerja kasar).
Namun,
unsur budaya Indonesia lama masih tampak dominan dalam semua lapisan
masyarakat. Sistem kasta yang berlaku di Indonesia berbeda dengan kasta yang
ada di India, baik ciri-ciri maupun wujudnya. Hal ini tampak pada kehidupan
masyarakat dan agama di Kerajaan Kutai. Berdasarkan silsilahnya, Raja Kundungga
adalah orang Indonesia yang pertama tersentuh oleh pengaruh budaya India. Pada
masa pemerintahannya, Kundungga masih mempertahankan budaya Indonesia karena
pengaruh budaya India belum terlalu merasuk ke kerajaan. Penyerapan budaya baru
mulai tampak pada saat Aswawarman, anak Kundungga, diangkat menjadi raja
menggantikan ayahnya. Adanya pengaruh Hindia mengakibatkan Kundungga tidak
dianggap sebagai pendiri Kerajaan Kutai.
d.
Bidang Pendidikan
Lembaga-lembaga pendidikan semacam asrama merupakan salah satu bukti pengaruh
dari kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia. Lembaga pendidikan tersebut
mempelajari satu bidang saja, yaitu keagamaan.
e. Bidang
Sastra dan Bahasa
Pengaruh
Hindu-Buddha pada bahasa adalah dikenal dan digunakannya bahasa Sanskerta dan
huruf Pallawa oleh masyarakat Indonesia. Pada masa kerajaan Hindu-Buddha di
Indonesia, seni sastra sangat berkembang terutama di zaman kejayaan Kerajaan
Kediri.
f. Bidang
Arsitektur
Salah
satu arsitektur Zaman Megalitikum adalah Punden berundak. Arsitektur tersebut
berpadu dengan budaya India yang mengilhami pembuatan bangunan candi. Jika kita
memperhatikan, Candi Borobudur sebenarnya mengambil bentuk bangunan punden berundak
agama Buddha Mahayana. Pada Candi Sukuh dan candi-candi di lereng Pegunungan
Penanggungan, pengaruh unsur budaya India sudah tidak begitu kuat. Candi-candi
tersebut hanyalah punden berundak. Begitu pula fungsi candi di Indonesia, candi
bukan sekadar tempat untuk memuja dewa-dewa seperti di India, tetapi lebih
sebagai tempat pertemuan rakyat dengan nenek moyangnya. Candi dengan patung
induknya yang berupa arca merupakan perwujudan raja yang telah meninggal. Hal
ini mengingatkan kita pada bangunan punden berundak dengan menhirnya. Masa
Islam di Indonesia
3.
Kehidupan Sosial Masyarakat Indonesia pada Masa Islam
Masuknya
Agama Islam sangat berpengaruh pada masyarakat Indonesia. Kebudayaan Islam
terus berkembang di Indonesia sampai sekarang.
Pengaruh
kebudayaan Islam dalam kehidupan masyarakat Indonesia antara lain pada
bidang-bidang berikut.
a.
Bidang Politik
Sebelum
Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang memiliki corak
Hindu-Buddha. Akan tetapi, setelah masuknya Islam, kerajaan-kerajaan yang
bercorak Hindu-Buddha pelan-pelan mengalami keruntuhan dan digantikan
peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam, seperti Samudra Pasai,
Demak, Malaka, dan lain-lain. Pada sistem pemerintahan yang bercorak Islam,
rajanya bergelar sultan atau sunan seperti halnya para wali. Jika raja pada
suatu kerajaan meninggal dunia, tidak dimakamkan di candi tetapi dimakamkan
secara Islam.
b.
Bidang Sosial
Aturan
kasta tidak diterapkan pada Kebudayaan Islam seperti kebudayaan Hindu. Pengaruh
Islam yang berkembang sangat pesat membuat mayoritas masyarakat Indonesia
memeluk agama Islam. Hal ini menyebabkan aturan kasta mulai pudar di masyarakat
Indonesia. Nama-nama Arab seperti Muhammad, Abdullah, Umar, Ali, Ibrahim,
Hasan, Hamzah, Musa, dan lainnya mulai digunakan. Kosakata bahasa Arab juga
banyak diserap ke bahasa Indonesia, contohnya rahmat, berkah (barokah), rezeki
(rizki), kitab, ibadah, sejarah (syajaratun), majelis (majlis), hikayat,
mukadimah, dan masih banyak lagi yang lainnya. Begitu pula dengan sistem
penanggalan. Sebelum Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah
mengenal kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai pada tahun 78 M. Dalam
kalender Saka ini, ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon,
wage, dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam, Sultan Agung dari Mataram
menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan
(komariah) seperti tahun Hijriah (Islam).
c.
Bidang Pendidikan
Pendidikan
Islam berkembang di pesantren-pesanten Islam. Sebenarnya, pesantren telah
berkembang sebelum Islam masuk ke Indonesia. Pesantren saat itu menjadi tempat
pendidikan dan pengajaran agama Hindu. Setelah Islam masuk, mata pelajaran dan
proses pendidikan pesantren berubah menjadi pendidikan Islam. Pesantren
merupakan sebuah asrama tradisional pendidikan Islam. Siswa tinggal menetap
bersama untuk belajar ilmu keagamaan di bawah bimbingan guru yang disebut kiai.
Asrama siswa berada di dalam kompleks pesantren, begitu juga Kiai tinggal di
kompleks pesantren.
d.
Bidang Sastra dan Bahasa
Persebaran bahasa Arab lebih cepat daripada persebaran bahasa Sanskerta
karena dalam Islam tak ada pengkastaan. Semua orang dari raja hingga rakyat
jelata dapat dengan bebas mempelajari bahasa Arab. Pada mulanya, memang hanya
kaum bangsawan yang pandai menulis dan membaca huruf dan bahasa Arab. Namun
selanjutnya, rakyat kecil pun mampu membaca dan menulis huruf Arab. Penggunaan
huruf Arab di Indonesia pertama kali terlihat pada batu nisan di daerah Leran
Gresik, tempat tersebut diduga makam salah seorang bangsawan Majapahit yang
telah masuk Islam. Dalam perkembangannya, pengaruh huruf dan bahasa Arab
terlihat pada karya-karya sastra Islam. Islam telah memperkenalkan tradisi baru
dalam teknologi arsitektur seperti masjid dan istana. Ada perbedaan antara
masjid-masjid yang dibangun pada awal masuknya Islam ke Indonesia dengan masjid
yang ada di Timur Tengah. Masjid di Indonesia tidak mempunyai kubah di puncak
bangunannya. Kubah digantikan dengan atap tumpang atau atap bersusun. Jumlah
atap tumpang itu selalu ganjil, tiga tingkat atau lima tingkat serupa dengan
arsitektur Hindu. Contohnya, Masjid Demak dan Masjid Banten Islam juga
memperkenalkan seni kaligrafi. Kaligrafi adalah seni menulis aksara indah yang
merupakan kata atau kalimat. Kaligrafi ada yang berwujud gambar binatang atau
manusia (hanya bentuk siluetnya). Ada pula yang berbentuk aksara arab yang
diperindah. Teks-teks yang berasal dari Al-Quran merupakan tema yang paling
sering dituangkan dalam seni kaligrafi ini. Media kaligrafi yang sering
digunakan adalah nisan makam, mihrab, dinding masjid, kain tenunan, kayu, dan
kertas sebagai pajangan.
D.
Konektivitas Antar Ruang dan Waktu
Ruang
adalah tempat di permukaan bumi, baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian
(Sumaatmadja, 1981). Ruang tidak hanya sebatas udara yang bersentuhan dengan
permukaan bumi, tetapi juga lapisan atmosfer terbawah yang memengaruhi
permukaan bumi. Ruang juga mencakup perairan yang ada di permukaan bumi (laut,
sungai, dan danau) dan di bawah permukaan bumi (air tanah) sampai kedalaman
tertentu. Ruang juga mencakup lapisan tanah dan batuan sampai pada
lapisan tertentu yang menjadi sumber daya bagi kehidupan. Berbagai organisme
atau makhluk hidup juga merupakan bagian dari ruang. Dengan demikian, batas
ruang dapat diartikan sebagai tempat dan unsur-unsur lainnya yang memengaruhi
kehidupan di permukaan bumi.
Setiap
ruang dipermukaan bumi memiliki karateristik atau ciri khas tertentu.
Karateristik inilah yang kemudian menciptakan keterkaitan antar ruang
dipermukaan bumi. Contoh dari keterkaitan antar ruang ter
Peristiwa
banjir di Jakarta terjadi karena kerusakan hutan di daerah Bogor. Air hujan
yang jatuh di daerah Bogor sebagian besar masuk ke sungai. Hanya sebagian kecil
air hujan yang terserap oleh tanah di Bogor. Akibatnya, Jakarta
terkena banjir yang airnya sebagian berasal dari wilayah Bogor.
Penduduk
kota menghasilkan berbagai produk industri, seperti pakaian, kendaraan,
barang-barang elektronik, dan lain-lain. Penduduk desa tidak menghasilkan
produk-produk tersebut sehingga mereka pergi ke kota untuk memperoleh
barang-barang tersebut. Sebaliknya, penduduk kota tidak menghasilkan
bahan pangan sehingga mereka memperolehnya dari penduduk desa.
Akibatnya, ada aliran barang dari kota ke desa dan aliran bahan
makanan dari desa ke kota.
Lapangan
pekerjaan banyak tersedia di kota, sedangkan di desa hanya terbatas
pada sektor pertanian. Akibatnya, banyak penduduk desa yang bepergian ke kota
untuk bekerja atau mencari pekerjaan.
Contoh-contoh
tersebut menunjukkan adanya keterkaitan peristiwa dan gejala antar-ruang. Suatu
gejala atau peristiwa pada suatu ruang tidak berdiri sendiri, tetapi akan
terkait dengan gejala atau peristiwa pada ruang lainnya.
Selain
terikat oleh ruang, suatu gejala atau peristiwa juga terikat oleh
waktu. Dalam sejarah, konsep waktu sangat penting untuk mengetahui peristiwa
masa lalu dan perkembangannya hingga saat ini. Konsep waktu dalam sejarah
mempunyai arti masa atau periode berlangsungnya perjalanan kisah kehidupan
manusia. Waktu dapat dibagi menjadi tiga, yaitu waktu lampau, waktu sekarang,
dan waktu yang akan datang.
Semua
peristiwa yang terjadi tentunya akan selalu dikaitkan dengan ruang dan waktu.
misalnya :
George
dilahirkan di Manado pada tanggal 25 Juni 2002.
Pemilukada
di Sumatra Selatan diselenggarakan 6 Juni 2013.
Jika
diperhatikan 2 contoh diatas terdiri dari unsur yaitu tempat (ruang) dan
tanggal (waktu). Demikian kita memahami tempat (ruang) dan waktu tidak dapat
dipisahkan dengan kehidupan manusia.
Konsep
Interaksi Sosial dan Kelangkaan
Dalam
kehidupannya manusia dituntut untuk bisa bersosialisasi dengan lingkungan
sekitarnya, karena secara kodratnya manusia dilahirkan sebagai mahluk sosial
yang tidak dapat hidup sendiri. Dari sinilah kemudian manusia menjalin hubungan
dengan manusia lainnya dalam suatu konteks interaksi sosial. Interaksi sosial
ini akan terjalin antara individu dengan individu, individu dengan kelompok
ataupun kelompok dengan kelompok. Interaksi sosial ini juga dapat membawa dampak
yang positif (misalnya kerja sama) ataupun dampak yang negative (misalnya
persaingan dan pertentangan). Lebih dari sekedar Interaksi sosial, manusia juga
membutuhkan orang lain guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam konteks
pemenuhan kebutuhan, manusia disebut sebagai mahluk ekonomi (homo economicus)
yang selalu membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam hal
memenuhi kebutuhannya manusia memiliki kebutuhan yang tidak terbatas sedangkan
barang yang dijadikan sebagai alat pemuas kebutuhannya itu (sumber daya yang
ada) jumlahnya terbatas sehingga ada kebutuhan yang pastinya tidak terpenuhi.
Kondisi dimana terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi oleh karena alat pemuas
kebutuhan yang terbatas jumlahnya disebut kelangkaan. Oleh karena itu manusia
harus bijak dalam membuat skala prioritas untuk memenuhi kebutuhannya. Selain
itu manusia harus lebih bijaksana dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada
dengan memanfatkannya secara efektif dan efisien atau dengan menerapkan prinsip
ekonomi.